BeritaTerkini.Info - Dalam tiga tahun terakhir, skor Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menunjukkan peningkatan yang signifikan. Komisioner Bidang ASE Komisi Informasi Pusat, Samrotunnajah Ismail, mengungkapkan bahwa peningkatan ini didorong oleh terpenuhinya kebutuhan publik akan informasi yang bersifat normatif maupun krusial.
Meski demikian, Samrotunnajah juga memberi beberapa catatan, terutama penyesuaian dan penyempurnaan dalam proses penilaian IKIP. Proses ini mencakup penilaian terhadap Dimensi Lingkungan Fisik/Politik, Lingkungan Ekonomi, dan Lingkungan Hukum. Melalui metode Analytical Hierarchy Process (AHP), terdapat perubahan bobot penilaian pada masing-masing dimensi tersebut.
"Proses ini memastikan bahwa penilaian yang dilakukan semakin akurat dan relevan dengan kondisi aktual yang dihadapi masyarakat Kepri. Masyarakat perlu memahami bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang transparan dan akurat dari Pemerintah," jelasnya Samrotunnajah, pada Fokus Group Discussion (FGD) mengenai Indeks Keterbukaan Informasi Publik tahun 2024, Selasa, (23/7/2024).
Samrotunnajah melanjutkan, hak masyarakat untuk mendapatkan keterbukaan informasi tidak dapat diabaikan. Pemerintah diajak lebih proaktif dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat, tanpa harus menunggu permintaan, kecuali informasi yang dikecualikan. Ini merupakan langkah penting dalam menciptakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
Diketahui, skor IKIP Kepri pada tahun 2021 mencapai 75,15, sedikit menurun menjadi 74,03 pada tahun 2022, dan kembali meningkat menjadi 76,36 pada tahun 2023. Jumlah ini melebihi rata-rata nasional yakni, 2021, skor nasional IKIP mencapai 71,43, meningkat menjadi 74,43 pada tahun 2022.
Skor ini didapati usai KIP melontarkan kuisioner sebanyak 85 pertanyaan sejak tahun 2021 sampai 2023, sedangkan tahun ini hanya 77 pertanyaan yang disesuaikan. Pada 2024, konsep yang digunakan KIP adalah Informan Ahli Daerah menggunakan kolaborasi Pentahelix yang terdiri dari 10 Orang yaitu terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, masyarakat, jurnalis, dan pelaku usaha dengan masing-masing unsur 2 (dua) orang.
Perubahan ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan relevansi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sehingga hasil yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi keterbukaan informasi yang lebih akurat.